Prinsip-prinsip syariah di pasar modal adalah prinsip-prinsip hukum Islam dalam
kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI), baik fatwa DSN -MUI yang telah ditetapkan maupun fatwa
DSN-MUI yang belum ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK. Pada BAB II pasal
2 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal berbunyi:
Selain itu, beberapa Fatwa juga sudah menjelaskan kesesuaian prinsip syariah produk dan mekanisme di pasar modal syariah. Seperti diantaranya:
Kegiatan pembiayaan dan investasi di pasar modal pada prinsipnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemilik harta (shabibul maal) terhadap emiten (pemilik usaha), di mana pemilik harta berharap memperoleh keuntungan atau manfaat tertentu. Pada dasarnya kegiatan investasi di pasar modal sama seperti investasi lain, yaitu mengutamakan kehalalan dan keadilan. Namun secara garis besar prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Penerapan prinsip
syariah secara utuh dan lengkap dalam kegiatan di pasar modal syariah, harus
berdasarkan pada landasan-landasan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Landasan-landasan tersebut berasal dari Al-Quran {Q.S. Al-Baqarah (2): 275-279;
Q.S. An-Nisa (4): 29; Q.S. Al-Jumu’ah (62): 10; Q.S. Al-Maidah (5):1}, serta hadis
Nabi SAW ataupun dari hasil Ijtihad para ahli hukum Islam.
Sesuai dengan
kaidah ushul fikih (kaidah dasar-dasar hukum fikih) dalam masalah ibadah hukum asal sesuatu adalah terlarang, kecuali ada perintah yang membolehkannya.
Sedangkan dalam masalah muamalah, hukum asal sesuatu adalah diperbolehkan kecuali ada larangannya.
Dengan demikian, berdasarkan syariah Islam pada prinsipnya segala perikatan adalah
diperbolehkan kecuali ada nash yang melarangnya. Perikatan-perikatan yang
berkaitan dengan kerja sama usaha, penanaman modal, utang-piutang,
pinjam-meminjam, jual beli, dan sebagainya, pada dasarnya boleh dilakukan
seorang muslim dengan anggota masyarakat lainnya, sepanjang dalam perikatan
tersebut tidak terdapat hal-hal yang dilarang.
Berdasarkan
pertimbangan dari badan pelaksana harian, DSN MUI mengeluarkan fatwa Nomor:
40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
transaksi/perdagangan efek yang dilarang ialah:
a. Bai’najsy, yaitu
melakukan penawaran palsu. Dalam pasar modal biasanya diwujudkan dalam bentuk
aksi goreng-menggoreng saham.
b. Bai’ al-ma’dum,
yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah) yang belum dimiliki (short
selling).
c. Insider trading,
yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi
yang dilarang.
d. Menimbulkan
informasi yang menyesatkan. Dalam pasar modal terkait dengan fakta material
(Lihat Bab XI UUPM).
e. Margin trading,
yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis
bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut.
f. Ihtikar
(penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau pengumpulan suatu efek syariah
untuk menyebabkan perubahan harga efek syariah dengan tujuan mempengaruhi
pihak lain; dan
g. Transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur di atas.
Menurut ketentuan
umum Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:
KEP-181/BL/2009 tentang Penerbitan Efek Syariah, jenis transaksi yang
diharamkan dalam pasar modal adalah: