Zakat Sebagai Pembersih Jiwa & Harta

Zakat Sebagai Pembersih Jiwa & Harta

I.   Pengertian Zakat

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah [9]: 60 :






Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”

 


Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna:


Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat [9]: 103:



Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”


Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.


Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat [30]: 39 :




Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan .”


Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat.


Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya perbaikan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu memberi manfaat kebaikan dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya. Boleh jadi karena mereka lalai dalam mengeluarkan zakat, yang pada hakikatnya ada hak orang lain dalam hartanya, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam Al – Qur’an.


II.   Macam-Macam Zakat Harta dan Cara Menghitungnya:


1.  Zakat Emas

Ketentuan :

  • Mencapai haul
  • Mencapai nishab, 85 gr emas murni
  • Besar zakat 2,5 %

Cara Menghitung :

  • Jika seluruh emas/perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali
  • Zakat emas/perak = emas yang dimiliki x harga emas x 2,5 %
  • Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai
  • Zakat = (emas yang dimiliki – emas yang dipakai) x harga emas x 2,5 %

2.  Zakat Perak

Ketentuan :

  • Mencapai haul
  • Mencapai nishab 595 gr perak
  • Besar zakat 2,5 %

Cara Menghitung :

  • Jika seluruh perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali
  • Zakat = perak yang dimiliki x harga perak x 2,5 %
  • Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai
  • Zakat = (perak yang dimiliki – perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %

3.  Zakat Perdagangan

Ketentuan :

  • Telah mencapai haul
  • Mencapai nishab 85 gr emas
  • Besar zakat 2,5 %
  • Dapat dibayar dengan barang atau uang
  • Berlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha ( CV, PT, koperasi)

Cara menghitung :

Zakat Perdagangan=(Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (hutang-kerugian) x 2,5 %

 

4.  Zakat Pertanian

Ketentuan :

Mencapai nishab 653 kg gabah atau 520 kg jika yang dihasilkan adalah makanan pokok

  1. Kadar zakat apabila diairi dengan air hujan, sungai, atau mata air, maka 10 %
  2. Kadar zakat jika diairi dengan cara disiram (dengan menggunakan lat) atau irigasi maka zakatnya 5 %

5.  Zakat Profesi

ketentuan

Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab.Menurut Yusuf Qorodhowi, sangat dianjurkan untuk menghitung zakat dari pendapatan kasar (brutto), untuk lebih menjaga kehati-hatian.

Nisab sebesar 5 wasaq / 652,8 kg gabah setara 520 kg beras. Besar zakat profesi yaitu 2,5 %.


Cara menghitung :

Besar Zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5 %

·      Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk :

Pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.

Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.

·      Jika hibah :

Pertama, jika sumber hibah tidak diduga – duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.

Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.


6.  Zakat Simpanan

Uang simpanan dikenakan zakat dari jumlah saldo akhir bila telah mencapai haul.  Besarnya nisab senilai 85 gr emas.

Besar zakat yang harus dikeluarkan 2,5% Zakat simpanan Tabungan
Saldo akhir : saldo akhir – Bagi hasil/bunga

Besarnya zakat : 2,5 % x saldo akhir


7.  Zakat Saham dan Investasi

Hasil dari keuntungan investasi saham, wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan kesepakatan para ulama pada Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404.) Namun para ulama berbeda tentang kewajiban pengeluaran zakatnya.


a)     Pendapat pertama yang dikemukakan oleh Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al-Muamalah al-Haditsah wa Ahkmuha” mengatakan bahwa yang harus diperhatikan sebelum pengeluaran zakat adalah status perusahaannya, di mana:

·      Jika perusahaan tersebut hanya bergerak di bidang layanan jasa, misalnya biro perjalanan, biro iklan, perusahaan jasa angkutan (darat, laut, udara), perusahaan hotel, maka sahamnya tidak wajib dizakati. Hal ini dikarenakan saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan, gedung-gedung, sarana dan prasarana lainnya. Namun keuntungan yang diperoleh dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya jika telah mencapai haul dan nishab (jangka waktu dan jumlah tertentu).

·      Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni yang melakukan transaksi jual beli komoditi tanpa melakukan proses pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang dalam negeri, perusahaan ekspor-impor, dan lain lain, maka saham-saham perusahaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya di samping zakat atas keuntungan yang diperoleh. Caranya adalah dengan menghitung kembali jumlah keseluruhan saham kemudian dikurangi harga alat-alat, barang-barang ataupun inventaris lainnya. Besarnya kadar zakat adalah 2,5% dan bisa dikeluarkan setiap akhir tahun.

·      Jika perusahaan tersebut bergerak di bidang industri dan perdagangan sekaligus, artinya melakukan pengolahan suatu komoditi dan kemudian menjual kembali hasil produksinya, seperti perusahaan Minyak dan Gas (MIGAS), perusahaan pengolahan mebel, marmer dan sebagainya, maka sahamnya wajib dizakatkan dengan mekanisme yang sama dengan perusahaan kategori kedua.


b)     Pendapat kedua adalah pendapat Abu Zahrah. Menurutnya, saham wajib dizakatkan tanpa melihat status perusahaannya karena saham adalah harta yang beredar dan dapat diperjual-belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Ini termasuk kategori komoditi perdagangan dengan besaran zakat 2,5% dari harga pasarnya. Caranya adalah setiap akhir tahun, yang bersangkutan melakukan penghitungan harga saham pada harga pasar, lalu menggabungkannya dengan dividen (keuntungan) yang diperoleh. Jika besarnya harga saham dan keuntungannya tersebut mencapai nishab maka saham tersebut wajib dizakatkan.


c)      Yusuf Qaradawi sendiri mempunyai pendapat yang agak berbeda dengan kedua pendapat di atas. Beliau mengatakan jika saham perusahaan berupa barang atau alat seperti mesin produksi, gedung, alat transportasi dan lain-lain, maka saham perusahaan tersebut tidak dikenai zakat. Zakat hanya dikenakan pada hasil bersih atau keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kadar zakat 10 %. Hukum ini juga berlaku untuk aset perusahaan yang dimiliki oleh individu/perorangan. Lain halnya kalau saham perusahaan berupa komoditi yang diperdagangkan (tercatat di bursa saham), zakat dapat dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan komoditi perdagangan (urudh tijarah). Besarnya kadar zakat adalah 2,5 %.


Hal ini juga berlaku untuk aset serupa (surat-surat berharga lainnya) yang dimiliki oleh perorangan. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana disampaikan Yusuf Qaradawi nampaknya lebih mudah dalam aplikasinya. Zakat saham hanya diwajibkan pada saham yang berupa komoditi perdagangan dengan kadar zakat 2,5 persen. Untuk saham yang berupa alat-alat atau barang, zakatnya adalah pada keuntungan yang diperoleh dan bukan pada nilai saham itu sendiri. Kadar zakatnya 10 persen, dianalogikan dengan zakat hasil pertanian dan perkebunan.


      1.     Qs. Al Baqarah [2]: 267,




Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…”


2. Qs. Adz Dzariyat [51]:19, 




Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.”

        

     3. Riwayat Abu Ubaid:

   

    “Adalah Umar bin Abdul Aziz, memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan Al-Madholim diambil zakatnya, dan beliau juga mengambil zakat dari athoyat (gaji rutin) yang diberikan kepada yang menerimanya”.

 


Penulis: Muhammad Musa


Share


Komentar (0)