Short Selling dalam Praktek Pasar Modal Syariah

Short Selling dalam Praktek Pasar Modal Syariah

Dalam dunia pasar modal terdapat istilah short selling, biasanya short selling ini menjadi istilah yang paling dihindari oleh para investor pasar modal syariah. Memang apa sih short selling itu? Secara sederhana, Short selling adalah aksi menjual saham tanpa memiliki saham tersebut terlebih dahulu. Saham yang dijual akan dipinjamkan dulu oleh sekuritas, ketika si penjual sudah mendapatkan hasil penjualan saham tadi, ia harus mengganti saham tersebut dengan membeli kembali (short covering) saham perusahaan yang telah dijual.

Sebagai contoh, Fulan, melakukan aksi short selling saham XYZ 1000 lembar pada harga Rp 10.000,-. Setelah Fulan mendapatkan hasil dari penjualan saham XYZ, Saham XYZ mengalami koreksi 20% menjadi Rp 8000,-. Fulan melakukan aksi buyback / short covering saham XYZ 1000 lembar pada haga Rp 8000,-.

Maka, Keuntungan yang Fulan dapatkan adalah (10.000 – 8000) X 1000 lembar = Rp 2.000.000,-.

Aksi short selling saham termasuk dalam transaksi saham margin, yang berarti trader harus memiliki akun margin terlebih dahulu untuk melakukannya.

Dalam istilah fiqih muamalah, short selling disebut ba’i al-ma’dum atau jual beli kosong. Ba’i al-ma’dum adalah jual beli yang tidak ada barangnya, hal ini termasuk dalam jual beli gharar, oleh sebab itu, ba’i al-ma’dum diharamkan di dalam hukum ekonomi syariah. Bahkan dalam praktek short selling, bukan hanya ada unsur gharar didalamnya, tetapi juga ada unsur riba.

Transaksi jual-beli saham syariah sendiri sebenarnya halal, asalkan tidak menggunakan short selling. Berdasar pada fatwa DSN MUI no: 80/DSN-MUI/III/2011 yang dikeluarkan Maret 2011 mengenai Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek mengindikasikan perdagangan saham sudah menjadi sesuatu yang diperbolehkan. Hal ini diperkuat dengan adanya bunyi ketentuan pada kententuan umum nomor 4.

Ketentuan umum nomor 4 berbunyi “Pasar Reguler adalah Pasar dimana Perdagangan Efek di Bursa Efek dilaksanakan berdasarkan proses tawar menawar yang berkesinambungan (bai’ al Musawamah) oleh anggota bursa efek dan penyelesaian administrasinya dilakukan pada hari bursa ketiga setelah terjadinya Perdagangan Efek di Bursa Efek”. Berdasar ketentuan ini maka dapat diartikan pembentukan harga di Bursa adalah sesuatu yang diperbolehkan yang disebut bai’ al Musawamah.

Sedangkan pelarangan transaksi short selling terdapat pada ketentuan khusus nomor 3 yang berbunyi :“Pelaksanaan perdagangan efek harus dilakukan menurut konsep kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulasi, dan tindakan lain yang didalamnya mengandung dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman, taghrir, ghisysy, tanajusy/najsy, ihtikar, ba’i al-ma’dum, talaqqi al-ruqban, ghabn, riba dan tadlis”

Jika dilihat dari fatwa tersebut, maka short selling memiliki 3 praktek yang melanggar prinsip syariah. Yaitu:

  1. Akun Margin: Akun margin dilarang karena mengandung riba. Hal ini benar adanya karena dalam aturan akun margin, pemilik akun margin harus membayar sejumlah uang tertentu dalam bunga yang harus disetor karena jasa pembelian dengan hutang.
  2. Cornering: Hal yang dilarang karena mengandung ikhtikar. Ikhtikar adalah bahasa lain dari menimbun yang berarti membeli barang yang dibutuhkan masyarakat dalam jumlah banyak kemudian menahannya agar harganya semakin naik untuk kemudian mengambil keuntungan.
  3. Short selling: Short Selling mengandung ba’i al-ma’dum. Ba’i al-ma’dum adalah menjual barang yang belum ada pada si penjual sebagaimana yang dijelaskan Nabi Muhammad SAW "la tabi' maa laisa indak"

Oleh karena itu, short selling dilarang didalam hukum ekonomi syariah. Semoga semakin menambah pengetahuan sobat halal semua ya.


Share


Komentar (0)